Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari
Kartini karena merupakan hari lahir dari Raden Ajeng Kartini. Namun,
adakah yang ingat kapan dia meninggal?
Hanya sekadar mengingatkan, Kartini lahir
pada 21 April 1879 dan meninggal dunia pada 17 September 1904.
Tepatnya, empat hari setelah melahirkan putranya, Raden Mas Soesalit.
Namun, kematian Kartini ternyata masih menyimpan misteri.
Dikutip dari tulisan Sitiosemandari Soeroto, penulis buku Kartini, Sebuah Biografi, ia mengungkapkan bahwa ada dugaan Kartini meninggal karena ada permainan jahat dari Belanda.
Dalam buku tersebut, Sitiosemandari menggambarkan adanya situasi yang tidak wajar, pada saat hari kematian Kartini.
Meninggal mendadak
Buku “Kartini Sebuah Biografi” oleh Sitiosemandari Soeroto
Pada 13 September 1904, Kartini
melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Mas Soesalit. Proses
persalinan itu berjalan lancar, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
Empat hari kemudian, tepatnya 17
September 1904, datanglah seorang dokter Belanda bernama dr. Van
Ravesteyn. Dokter tersebut datang untuk memeriksa keadaan Kartini dan
anaknya.
Hasil pemeriksaan mengatakan keduanya
sehat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bahkan, mereka sempat
minum anggur bersama untuk keselamatan ibu dan bayi.
Namun, tidak lama setelah Ravesteyn meninggalkan rumah Kartini, mendadak Kartini mengeluh sakit di bagian perutnya.
Ravesteyn, yang sedang berkunjung ke
rumah lain, cepat-cepat datang kembali. Perubahan kondisi itu terjadi
begitu mendadak dan tidak wajar.
Setengah jam kemudian, dokter tidak bisa
menolong nyawa pemikir wanita Indonesia yang pertama ini. Kartini
akhirnya meninggal dunia dalam usia 25 tahun.
Desas-desus pun berkembang setelah peristiwa tersebut. Banyak pihak yang mengatakan Kartini telah diracun.
Permainan jahat dari Belanda ingin agar Kartini bungkam dari pemikiran-pemikiran majunya, yang ternyata berwawasan kebangsaan.
Tapi, meski banyak desas-desus negatif
tentang kematian Kartini, Sutiyoso Condronegoro, keponakan dari Kartini,
mengatakan bahwa keluarga menerima dengan ikhlas meninggalnya Kartini.
Keluarga menganggap kematian Kartini
murni karena dia berjuang untuk melahirkan anaknya. Keluarga pun tidak
mengusut lagi tentang penyebab kematian Kartini. Sehingga, dugaan
pembunuhan itu tetap menjadi misteri.
Sindrom Pre-eklampsia
Namun, ada pendapat yang berbeda yang
dinyatakan para dokter modern di era sekarang. Para dokter berpendapat
bahwa Kartini meninggal karena mengalami Pre-eklampsia.
Pre-Eklampsia (Pre-eclampsia)
adalah sindrom yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan kadar
protein di dalam urin (proteinuria), dan pembengkakan pada tungkai
(edema).
Kartini dan suaminya Raden Adipati Joyodiningrat (wikimedia)
Pre-eklampsia dialami oleh ibu yang
sedang hamil, terutama para ibu muda yang baru pertama kali hamil dengan
kondisi di mana ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi dan kelebihan
kadar protein dalam urine.
Tekanan darah normal manusia sekitar 120/80 mm Hg, sedangkan ibu hamil dengan Preeklampsia, tekanan darahnya bisa mencapai di atas 130/90 mm Hg.
Hingga kini, penyebab pasti pre-eklampsia belum diketahui, sehingga masih sulit untuk dicegah kemunculannya.
Jika pre-eklampsia bertambah parah pada masa kehamilan, maka akan menyebabkan eklampsia yang dapat berujung pada kematian. Gejala pre-eklampsia biasanya akan mulai saat usia kandungan menginjak 20 minggu.
Gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh
para ibu hamil antara lain sakit kepala pada daerah dahi, rasa nyeri
pada daerah antara perut dan dada, gangguan penglihatan, rasa mual,
gangguan pernapasan, dan gangguan kesadaran.
Kondisi kaki yang bengkak oleh karena edema, salah satu ciri-ciri pre-eklampsia. (wikimedia)
Selain gejala-gejala tersebut, pre-eklampsia akan selalu muncul bersamaan dengan kenaikan berat badan hingga terjadi edema, kenaikan tekanan darah, dan adanya protein di dalam urin.
Pencegahan pre-eklampsia, meskipun penyebab pasti pre-eklampsia belum diketahui, para ibu hamil dapat memperkecil kemungkinan timbulnya pre-eklampsia dengan melakukan diet makanan, istirahat yang cukup, dan melakukan pengawasan kehamilan.
Diet makanan yang dimaksud adalah dengan
konsumsi makanan rendah lemak. Jika berat badan bertambah atau edema,
maka diet termasuk mengurangi konsumsi garam.
Kematian RA Kartini akibat pre-eklampsia tak dapat dibuktikan
Kondisi yang diyakini juga dialami oleh
Kartini tersebut memang sangat berbahaya untuk ibu hamil, dan bisa
mengakibatkan kematian. Tetapi pendapat itu juga tidak bisa dibuktikan
seratus persen benar.
Perihal tentang sindrome yang bisa jadi
dialami Kartini itu tak dapat dibuktikan, apalagi terjadi pada era masa
lalu, karena dokumen dan catatan riwayat kematian Kartini tidak bisa
ditemukan.
Sampai saat ini, penyebab pasti kematian
Raden Adjeng Kartini yang suka menulis surat-surat dan akhirnya
dikumpulkan, menjadi sebuah buku terjemahan Armijn Pane berjudul “Habis gelap terbitlah terang” itu masih menjadi tanda tanya, seiring penyebab pasti pre-eklampsia yang belum diketahui hingga pada saat ini.
Akan tetapi, terlepas dari desas-desus
dan dugaan yang beredar tersebut, kita bisa mengambil benang merah bahwa
Kartini meninggal sebagai seorang ibu yang berjuang untuk anaknya.
Sampai akhir hayatnya, Kartini masih terus berjuang, setidaknya untuk
anaknya sendiri.
Patung RA Kartini di Lapangan Merdeka Monas, Jakarta (wikimedia)
Sumber : IndoCropCircles